PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
PADA PT SUKWANG INDONESIA
DAFTAR ISI
COVER JUDUL…………………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………………………1
1.1
Latar Belakang Masalah………………………………………………………………….
1.2
Perumusan Masalah……………………………………………………………………….
1.3
Tujuan Penelitian……………………………………………………………………………
1.4
Manfaat Penelitian…………………………………………………………………………
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
2.2 Pengertian Akuntansi
2.3 Dasar Hukum
2.4 Pajak Pertambahan Nilai
2.5 Barang Kena Pajak (BKP)
2.6 Jasa Kena Pajak (JKP)
2.7 Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2.8 Penyerahan Barang Kena Pajak
2.9 Objek Pajak Pertambahan Nilai
2.1.0 Dasar Pengenaan Pajak
2.1.1 Tarif PPN
2.1.2 Mekanisme Pengenaan Pajak
2.1.3 Cara Menghitung PPN
2.1.4 Saat Terutang Pajak
2.1.5 Faktur Pajak
2.1.6 Mekanisme Kredit Pajak
2.1.7 Kawasan Berikat
BAB 3 ANALISIS HASIL
PENELITIAN
3.1 Sejarah Singkat Perusahaan
3.2 Struktur Organisasi
3.3 Bagan Alir Proses Produksi
Perusahaan
3.4 Fasilitas dari Kawasan Berikat
3.4 Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
3.5 Tarif Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
3.6 Penghitungan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN)
3.7 Faktur Pajak
3.8 Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
3.9 Pelaporan Atas Pajak Pertambahan
Nilai (PPN)
BAB 4 KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pajak sebagai
sumber penerimaan dalam negeri semakin lama semakin terasa sebagai
andalan penerimaan negara. Untuk lebih meningkatkan penerimaan di bidang
perpajakan, telah beberapa
kali telah dilakukan
penyempurnaan, penambahan, bahkan perubahan di bidang perpajakan.
Pajak merupakan
kewajiban yang harus dibayar masyarakat baik pribadi maupun badan dari
pendapatan atau penghasilannya kepada pemerintah yang ditujukan untuk
kegiatan pembangunan di segala bidang.
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan
barang/jasa kena pajak
di daerah pabean
yang dilakukan oleh pabrikan, penyalur utama atau agen
utama,importer,pemegang hak paten/merek dagang dari barang/jasa kena pajak
tersebut. Menurut Soemarso (2003:269) dalam buku akuntansi suatu Pengantar mengatakan
bahwa ”Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan pada waktu perusahaan
melakukan pembelian atas Barang Kena Pajak (BKP) Jasa Kena Pajak (JKP) yang
dikenakan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Setiap pembelian barang yang ada
hubungannya secara langsung dengan barang yang dihsilkan/dijual, maka atas
pajak yang dikenakan terhadap barang tersebut, oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
merupakan pajak masukan yang besarnya 10% dari hasil beli barang,
sedangkan bila barang tersebut akan menambahkan 10% dari harga jual sebelum
pajak sebagai PPN yang merupakan pajak pengeluaran untuk masa pajak yang
bersangkutan.
PT. Sukwang Indonesia merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang
Industri garmen. Bila
perusahaan melakukan pembelian terhadap Barang Kena Pajak (BKP) maka
di kenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masukan dari Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) barang tersebut. Sebaliknya bila perusahaan ini melakukan penjualan barang
tersebut, maka perusahaan berhak melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
keluaran
terhadap Barang Kena Pajak (BKP) tersebut. Pajak Masukan yang telah disetor
dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang telah di pungut. Kelebihan atas Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) ini dapat direstitusi atau dikompensasikan ke masa tahun Pajak
berikutnya.
PT
Sukwang Indonesia termasuk perusahaan dengan kegiatan ekspor dan impor yang
sangat sering dilakukan. Maka itu Perusahaan Sukwang Indonesia mendaftarkan
perusahaan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk memperoleh
fasilitas berikat, dengan itu Perusahaan dapat melakukan ekspor dan impor
penjualan dengan PPN 0%, hal itu juga sesuai dilakukan Perusahaan Sukwang
Indonesia dalam mentaati peraturan bagi Perusahaan yang menerima fasilitas
berikat untuk patuh dan sehat dalam menjalankan usaha.
Prosedur
Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih kompleks bila dibandingkan
dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebelumnya. Berdasarkan uraian tersebut maka
penulisan meneliti masalah ini dengan judul “ Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) pada PT. Sukwang Indonesia ”
1.2 Perumusan Masalah
Dari
uraian latar belakang diatas untuk mempermudah penulis dalam melakukan
penelitian ini, maka dirumuskan masalah sebagai berikut
“
Bagaimana mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Penerapan
Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di PT Sukwang Indonesia ?“
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan penulis dalam penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Tax
Accounting, dan untuk mengetahui penerapan di lapangan khususnya dunia bisnis mengenai
mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Akuntansi Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
1.4 Manfaat Penelitian
Pada penelitian
ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat antara lain :
1.
Bagi Penulis, penelitian
ini diharapkan dapat
memberikan wawasan tentang
masalah yang diteliti, yaitu bagaimana mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. Bagi
perusahaan, penelitian ini
dapat menjadi sumbangan
pemikiran maupun bahan
pertimbangan dalam menerapkan
Akuntansi Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) pada perusahaan.
3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan
dapat menambah informasi dan wawasan serta dapat sebagai referensi bagi
peneliti lain bila mengadakan penelitian di masa yang akan datang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Apabila dilihat ddari sejarahnya, Pajak Pertambahan Nilai
merupakan pengganti Pajak Penjualan. Alasan penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi
memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran
kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara,
mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.
Pajak Penjualan mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara
lain:
1.
Adanya pajak berganda;
2.
Bermacam-macam tarif (ada 9 macam tarif), sehingga menimbulkan kesulitan pelaksanaanya;
3.
Tidak mendorong ekspor;
4.
Belum dapat mengatasi penyeludupan.
Sedangkan di lain sisi Pajak Pertambahan Nilai mempunyai
kelebihan, antara lain:
1.
Menghilangkan pajak berganda;
2.
Menggunakan tarif tunggal, sehingga memudahkan
pelaksanaan;
3.
Netral dalam persaingan dalam negeri;
4.
Netral dalam perdagangan internasional;
5.
Netral dalam pola konsumsi;
6.
Dapat mendorong ekspor.
Pajak Pertambahan Nilai merupakan:
1.
Pajak tidak langsung
2.
Pajak atas konsumsi dalam negeri
2.2 Pengertian
Akuntansi
Akuntansi adalah
suatu proses mengidentifikasi, mengukur
dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan dilakukannya penilaian
dan pengambilan keputusan
secara jelas dan
tegas bagi pihak-pihak
yang menggunakan
informasi tersebut.
Dari pengertian
di atas terkandung
tujuan utama akuntansi
adalah menghasilkan atau menyajikan informasi ekonomi (economic information) dari suatu kesatuan
ekonomi (economic entity)
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi akuntansi itu
pada dasarnya menyajikan informasi ekonomi kepada banyak pihak yang
memerlukan, sehingga akuntansi juga sering disebut dengan bahasa dunia usaha
karena akuntansi merupakan alat komunikasi dan
informasi bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Adapun
pihak yang memerlukan akuntansi dapat dibedakan
yaitu pihak intern dan pihak ekstern.
2.2 Dasar Hukum
Undang-undang yang mengatur pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009. Undang –undang ini disebut Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984.
2.3 Pajak Pertambahan
Nilai
1. Daerah Pabean
adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan
ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif
dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur
kepabeanan.
2. Impor adalah
setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah
Pabean.
3. Ekspor Barang
Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak
Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
4. Ekspor Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean.
5. Ekspor Jasa Kena
Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar daerah Pabean.
6. Menghasilkan
adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk dan/atau sifat suatu
barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru
ataau kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau
badan lain melakukan kegiatan tersebut.
7. Pajak Masukan
adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha
Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena
Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau
impor Barang Kena Pajak.
8. Pajak Keluaran
adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak,
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
9. Masa Pajak
adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwin atau jangka
waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3
(tiga) bulan takwin.
2.5 Barang Kena Pajak
1. Pengertian
Barang
adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang
bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
Barang
Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.
Yang
dimaksud dengan “Barang Kena Pajak Tidak Berwujud” adalah:
a. Penggunaan atau
hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan,kesenian atau karya ilmiah,
paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merk dagang,
atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
b. Penggunaan atau
hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,komersial, atau ilmiah;
c. Pemberian
pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industriall, atau
komersial;
d. Pemberian
bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tersebut pada
huruf b,
atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa:
·
Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau
rekaaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
·
Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduanya, untuk siara televisi atau radio yang
disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang
serupa; dan
·
Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh
spektrum radio komunikasi;
e. Penggunaan atau
hak menggunakan film gambar hidup (motion
picture films), film atau pita video untuk siaran televisi,atau pita suara
untuk siaran radio; dan
f.
Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan
dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau
hak-hak lainnya sebagaimana tersebut diatas.
2. Pengecualian BKP
Pada
dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang menetapkan seballiknya.
Jenis barang yang tidak dikenakan PPN diterapkan dengan Peraturan Pemerintah
didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berrikut:
a. Barang hasil
pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya,
seperti :
·
Minyak mentah (crude
oil);
·
Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang
siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
·
Panas bumi;
·
Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur,
batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite),
grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer,
nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah
liat, tawas (alum), tras, yarosif,
zeolit, basal, dan trakkit;
·
Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
·
Bijih besi, bijih timah, bijih emas,bijih tembaga,
bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit
b. Barang-barang
kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti :
·
Beras;
·
Gabah;
·
Jagung;
·
Sagu;
·
Kedelai;
·
Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
·
Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi
telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong,
didinginkan,dibekukan,dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan,
diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
·
Telur, yaitu telur yang tak diolah, termasuk telur
yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
·
Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses
didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan
lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
·
Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik,
baik telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris,
digrading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
·
Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik,
dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar
yang dicacah.
c. Makanan dan
minuman yang disajikan di hotel, restoran,rumah makan, warung, dan sejenisnya,
meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak,
termasuk makanan dan minuman yang diseraahkan oleh usaha jasa boga atau
katering; dan
d. Uang, emas
batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan lainnya).
2.6
Jasa Kena Pajak
Jasa adalah
setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum
yang menyebabkan barang, fasilitas,, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Pengecualian JKP
Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang di tentukan lain oleh
undang-undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkandengan
peraturan pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
A. Jasa pelayanan
medis meliputi
·
Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
·
Jasa dokter hewan ;
·
Jassa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli
gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
·
Jasa kebidanan dan dukun bayi:
·
Jasa para medis dan perawat:
·
Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan ,
laboratorium kesehatan, dan sanatorium
·
Jasa psikolog dan psikiater dan
·
Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan
oleh paranormal
B. Jasa pelayanan
sosial, meliputi:
·
Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
·
Jasa pemadan kebakaran ;
·
Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan ;
·
Jasa lembaga rehabilitasi;
·
Jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman,
termasuk krematorium dan
·
Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersil
C. Jasa di bidang
pengiriman surat dengan perangko
D. Jasa keuanngan
meliputi
·
Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito , tabungan, dan /atau bentuk lain yang
di persamakan dengan itu
·
Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan
dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya
·
Jasa jasa pembiayaan termasuk pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah, berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi, abjak piutang, usaha
kartu kredit dan/atau pembiayaan konsumen;
·
Jasa penyaluaran pinjaman atau dasar hukum gadai,
termasuk gadai syariah dan fidusia dan
·
Jasa penjaminan
A. Jasa ansuransi
yaitu jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian asuransi jiwa, dan
reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis
asuransi, tidak termasuk jasa
asuransi seperti agen asuransi,
penilai kerugian asuransi dan konsultan asuransi
B. Jasa di bidang
keagamaan, meliputi:
·
Jasa pelayanan rumah ibadah
·
Jasa pemberian khotbah atau dakwah
·
Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan dan
·
Jasa dibidang keagamaan
A. Jasa pendidikan
meliputi
·
Jasa penyelenggara pendidikan sekolah dan
·
Jasa penyelengaraan pendidikan luar sekolah
B. Jasa kesenian
dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan
C. Jasa penyiaran
yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yang
dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan
tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial
D. Jasa angkutan umum di darat dan di air sera jasa
angkutan udara dalam negri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan jasa
angkutan udara luar negri
E. Jasa tenaga
kerja meliputi:
·
jasa tenaga kerja
·
jasa pemyediaan tenaga kerja sepanjang pengusahaan
penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga
kerja tersebut
·
jasa penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja
A. jasa perhotelan
meliputi:
·
jasa penyewaan kamar termasuk tambahanya di hotel
rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan
kegiatan perhotelan untuk tamu yang meninap dan
·
jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau
pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dab hostel
B. jasa yang di
sediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
meliputi jenis-jenis jasa yang dilakukan oleh instansi pemerintah antara lain
pemberian izin usaha perdaganagn pemberian nomor pokok wajib pajak, dan
pembuatan kartu tanda penduduk.
C. Jasa penyedian
tempat parkir yaitu jasa penyediaan tempat parkir yang di lakukan oleh pemilik
tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut
bayaran.
D. Jasa telepon
umum dengan mengguanakan uang logam yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta ..
E. Jasa pengiriman
uang dengan wesel pos, dan
F. Jasa boga atau
ketering
2.7 Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2.8 Penyerahan Barang Kena Pajak
Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan
Penyerahan Barang Kena Pajak. Penyerahan Barang yang termasuk dalam pengertian penyerahan
BKP adalah:
1.
Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
2.
Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli
dan/atau perjanjian sewa guna usaha (Leaseng);
3.
Penyerahan BKP
kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
4.
Pemakaian sendiri dan/atau pemberian Cuma-Cuma atas
BKP*);
5.
BKP berupa persedian dan/atau aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan;;
6.
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan BKP antar cabang
7.
Penyerahan BKP secara konsinyasi;dan
8.
Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya
dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.
Catatan*):
1.
Yang dimaksud dengan “pemakaian sendiri” adalah
pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri,pengurus,atau karyawan ,baik
barang produksi sendiri maupun buakan
produksi sendiri.
2.
Yang dimmaksud dengan “pemberian Cuma-Cuma” adalah
pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun
bukan produksi sendiri, sepertii pemberian contoh barang untuk promosi kepada
relasi atau pembeli.
Sedangkan penyerahan barang yang tidak termasuk dalam
pengertian penyerahan BKP adalah:
1.
Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud
dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
2.
Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang;
3.
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan BKP antar cabang dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat
pajak terutang;
4.
Pengalihan BKP dalam rangka
penggabungan,peleburan,pemekaran,pemecahan,dan pengambilalihan usaha dangan
syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang penerima pengalihan adalah
Pengusaha Kena Pajak:dan
5.
BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semual tidak
untuk diperjualbelikan,yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan
yang Pajak Masukkan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.
2.9 Objek Pajak Pertambahan Nilai
1.
Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan
oleh pengusaha syarat-syaratanya adalah :
·
Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
·
Barang tidak terwujud yang diserahkan merupakan BKP
Tidak Terwujud;
·
Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
·
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya
2.
Impor BKP;
3.
Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:
·
Jasa yang diserahkan merupakan JKP;
·
Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
·
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
4.
Pemanfaatan BKP Tidak Terwujud dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean;
5.
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
6.
Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7.
Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
8.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;
9.
Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semls
tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerhan aktiva yang Pajak
Masukkannya tidak dapat dikreditkan.
2.1.0 Dasar Pengenaan Pajak
Untuk menghitung besarnya pajak (PPN
dan PPnBm) yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP) . Yang
menjadi DPP adalah:
1. Harga jual
2. Penggantian
3. Nilai impor
4. Nilai ekspor
5. Nilai lain yang
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Harga Jual adalah nilai berupa uang termasuk
semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan
BKP,tidak termasuk Pajak Pertambahan
NIlai yang dipungt menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak.
Penggantian adalah nilai berupa uang,termasuk
semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerah
JKP, ekspor JKP,atau ekspor BKP Tidak Berwujud,tetapi tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN 1984 dan potongan
harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar
atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh
penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang
menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pengutan berdasarkan ketentuan
dalam perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabean dan cuaki untuk impor
BKP,tidak termasuk PPN dan PPnBM yang dipungut Undang-Undang PPN 1984
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang,termasuk
biaya yang diminta seharusnya diminta oleh eksportir.
Penerapan DPP diatur dalam berbagai
peraturan pelaksanaan undang-undang sebagaimana berikut:
1. Untuk penyerahan
atau penjualan BKP,yang menjadi DPP adalah jumlah harga jual.
2. Untuk penyerahan
JKP,yang menjadi DPP adalah pengantian.
3. Untuk impor,yang
menjadi DPP adalah nilai impor.
4. Untuk
ekspor,yang menjadi DPP adalah nilai ekspor.
5. Atas kegiatan
membangun sendiri bangunan permanen dengan luas 300 m² atau lebih, yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, DPP-nya
adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
membangun (tidak termasuk harga perolehan tanah).
6. Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau
JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
7. Unntuk pemberian cuma-cuma BKP
dan/atau JKP adalah Harga Jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.
8. Untuk penyerahan media rekaman suara
atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata
9. Untuk penyerahan film bercerita adalah
perkiraan hasil rata-rata per judul film.
10. Untuk penyerahan produk hasil tembakau
adalah sebesar harga jual eceran.
11. Untuk BKP Bberupa persediaan dan/atau
aktiva yang menurut tujuan semua tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan,adalah harga pasar wajar.
12. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke
cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP
antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan.
13. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga
pedagang perantara dengan pembeli.
14. Untuk penyerahan BKP melalui juru
lelang adalah harga lelang.
15. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket
adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya
ditagih.
16. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan
atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) ddari jumlah tagihan atau
jumlah seharusnya ditagih.
2.1.1
Tarif PPN
1. Tarif Pajak
Pertambahan Nilai
Tarif PPN yang berlaku
saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan Tarif PPN sebasar 0% (nol
persen) diterapkan atas:
a. Ekspor BKP
Berwujud
b. Ekspor BKP Tidak
Berwujud; dan
c. Ekspor JKP.
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukkan yang telah
dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat
dikreditkan.
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan.
Pemerintah diberi wewenang mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi
paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) dengan
tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada
ayat ini dikemukakan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam
rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
2. Tarif Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah
Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat ditetapkan
dalam beberapa kelompok tarif, yaitu tarif paling rendah 10% (sepuluh persen)
dan paling tinggi 200% (dua ratus persen). Ketentuan mengenai tarif kelompok
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan ketentuan mengenai jenis Barang
yang dikenai Pajak Penjualn atas Barang Atas Barang Mewah diatur dengan atau
bedasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Atas ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai
pajak dengan tarif 0% (nol persen). PPnBM
yang telah dibayar atas perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor
dapayt diminta kembali (restitusi).
2.1.2
Mekanisme Pengenaan
Pajak
Undang-undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 menganut metode kredit pajak (credit method) serta metode faktur
pajak (invoice method). Dalam metode ini Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP)
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN
dipungut secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi. Unsur
pengenaan pajak berganda atau pengenaan pajak atas pajak dapat dihindari dengan
diterapkannya mekanisme pengkreditan pajak masukan (metode kredit pajak). Untuk
melakukan pengkreditan pajak masukan, sarana yang digunakan adalah faktur pajak
(metode faktur pajak).
Mekanisme pengenaan PPN dapat
digambarkan sebagai berikut:
·
Pada saat membeli/memperoleh
BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut
oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak di muka dan disebut dengan
Pajak Masukan. Pembeli berhak
menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.
·
Pada saat
menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi
penjual, PPN tersebut merupakan Pajak
Keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur
pajak.
·
Apabila dalam suatu masa
pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah Pajak
Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan
ke kas Negara.
·
Apabila dalam suatu masa
pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan,
selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke pajak
berikutnya.
·
Pelaporan penghitungan PPN
dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
Contoh:
·
Sepanjang bulan Maret 2011,
PT ABC mempunyai transaksi sebagai berikut:
·
Membeli bahan baku seharga
Rp 100.000.000,- (dipungut PPN sebesar Rp 10.000.000,-)
·
Membeli bahan penolong
seharga Rp 40.000.000,- (dipungut PPN sebesar Rp 4.000.000,-)
·
Menjual produknya seharga Rp
200.000.000,- (memungut PPN sebesar Rp 20.000.000,-)
·
Perhitungan PPN:
Jumlah
Pajak Keluaran Rp
20.000.000,-
Jumlah
Pajak Masukan Rp
14.000.000,-
PPN Kurang
Bayar Rp 6.000.000,-
Jumlah PPN
kurang bayar sebesar Rp 6.000.000,- ini harus disetorkan ke kas Negara.
4.7 Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan
pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau
penyerahan JKP.
Faktur pajak dibuat pada:
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak.
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak.
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan, atau
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
Dalam Faktur Pajak harus
dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang
paling sedikit memuat:
1. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP
2. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian,
dan potongan harga
4. PPN yang dipungut
5. PPn BM yang dipungut
6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak, dan
7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur
Pajak.
Faktur Pajak harus dibuat pada:
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahan pekerjaan
4. Untuk Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada
akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
5. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan tersendiri.
2.1.6 Mekanisme Kredit Pajak
Pembeli
Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang Kena Pajak, pihak
yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean,
atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean wajib
membayar Pajak Pertambahan Nilai dan berhak menerima bukti pungutan pajak.
Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan
bagi pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang Kena
Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Pajak
Masukan yang wajib dibayar terebut oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dikreditkan
dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama. Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran
pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling
lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang
belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Apabila
dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan oleh PKP
ke Kas Negara paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan. Sedangkan apabila dalam
suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada
Pajak Keluaranya, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat
dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya.
Contoh 1:
§ Selama bulan takwim terjadi kegiatan usaha sebagai berikut:
Membeli
bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp 100.000.000,-
Menyerahkan
hasil produksi dengan harga jual Rp 60.000.000,-
§ Pajak Masukan yang dipungut oleh PKP lain adalah sebesar:
10% x Rp
100.000.000,- = Rp 10.000.000,-
§ Pajak Keluaran yang harus dipungut:
10% x Rp
60.000.000,- = Rp 6.000.000,-
§ PPN yang lebih dibayar
dalam Masa Pajak yang bersangkutan:
Rp
10.000.000 – Rp 6.000.000 = Rp 4.000.000,-
§ Kelebihan tersebut dapat dikompensasi pada Masa Pajak
berikutnya atau dapat diminta kembali (restitusi).
§ Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar
dari Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan pajak yang harus disetor ke Kas
Negara oleh PKP.
2.1.7 Kawasan Berikat
BAB 3
ANALISIS HASIL PENELITIAN
3.1 Sejarah Singkat
Perusahaan
3.2 Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI
PT SUKWANG
3.3 Bagan Alir Proses
Produksi Perusahaan
3.4 Fasilitas dari
Kawasan Berikat
0 Comments